Publishnews.id – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengunjungi kelompok atau suku anak dalam (SAD) yang tinggal di sekitar hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) di Kabupaten Sarolangun, Jambi, Selasa (21/9/2021) malam. Dalam kunjungannya itu, Menteri Nadiem menyempatkan diskusi bersama anak-anak rimba dan para orang tuanya.
Menteri Nadiem datang dengan balutan gaya casual. Celana jeans hitam yang dipadukan dengan kaus oblong bertuliskan “Merdeka Belajar” menjadi pilihannya saat mengunjungi kelompok orang rimba itu.
Di atas lantai tikar itu persamuhan digelar di kantor lapangan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi yang berada di ujung Desa Bukit Suban, Kematan Air Hitam, Sarolangun, Jambi. Beberapa orang tua dari anak-anak rimba itu juga turut hadir dalam pertemuan itu.
Nadiem berinteraksi dengan orang tua dan anak-anak orang rimba. Dia mengajak mereka bercengkrama, dan juga menghadirkan suasana hangat bagi anak-anak rimba.
Usai persamuhan itu, Nadiem juga sempat mengajak beberapa anak-anak rimba berswafoto. Nadiem memotret sendiri dengan kamera ponselnya.
Dengan gaya asik duduk selonjor, ia swafoto bersama anak-anak rimba di belakangnya. Mereka terlihat fokus ke arah kamera ponsel, meski dengan senyum yang sedikit malu.
Dalam kunjungannya, Menteri Nadiem yang juga pendiri Gojek itu sempat bermalam bersama orang rimba di kantor lapangan Warsi.
“Saya juga sempat bergadang bersama anak-anak, bicara soal pendidikan,” kata Nadiem.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menyerap Aspirasi Tentang Pendidikan Orang Rimba
Dalam pertemuan tersebut, Nadiem mengatakan pendidikan bukan hanya satu bentuk saja. Pendidikan menurut dia, memiliki banyak bentuk. Setiap daerah memiliki karakteristik sendiri.
Sehingga diperlukan memerdekakan kurikulum, dan pendidikan harus cocok dengan apa yang dibutuhkan berdasarkan kearifan lokal masyarakatnya.
“Ini suatu hal yang sangat menyenangkan buat saya belajar, saya juga sadar perubahan hutan itu sangat berdampak kepada masyarakat yang bergantung kepada hutan, dan ini harus menjadi suatu hal yang dicermati pemerintah,” kata Nadiem.
Nadiem menjelaskan sudah menyerap aspirasi terkait apa-apa saja yang dibutuhkan orang rimba untuk pendidikan pada masa depan.
“Dari semua yang saya dengar ujungnya adalah mata pencaharian, itu kuncinya. Mata pencaharian adalah kunci permasalahan yang harus ditangani secara lintas sektor, bukan hanya pendidikan saja,” ujar Nadiem.
Pendidikan Sudah Menjadi Kebutuhan Orang Rimba
Dalam petermuan bersama Menteri Nadiem Makarim itu, orang rimba menyampaikan bahwa pendidikan sudah menjadi kebutuhan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitar tempat tinggal mereka. Namun mereka tetap berharap pendidikan yang diberikan adalah pendidikan yang sesuai dengan kehidupannya.
Tungganai Basemen, tetua adat orang rimba di Bukit Suban menyampaikan, mereka yang tinggal di dalam hutan yang dibutuhkan guru yang datang ke lokasi mereka.
“Kalau sekolah di luar rimbo, susah anak kami bepak, kami kalau bulih minta sekolahnya di dalam rimba tempat kami (kalau sekolah di luar rimba, susah anak kami bapak, kami kalau boleh minta sekolahnya di dalam rimba tempat kami),” kata Tungganai.
Tungganai menjelaskan bahwa orang rimba masih berpindah untuk mencari penghidupan. Kondisi ini menyulitkan bagi anak-anak mereka yang ingin bersekolah formal. Tanpa sekolah, Tungganai khawatir tentang kondisi generasi masa depan orang rimba.
Senada juga disampaikan oleh Temenggung Grip. Pimpinan kelompok orang rimba ini menjelaskan, kehidupan asli orang rimba sangat bergantung dengan hutan. Hanya saja kini hutan semakin sempit, sementara populasi orang rimba makin bertambah.
Kondisi ini menyebabkan mereka kesulitan untuk mencari penghidupan. Kalau penghidupan sulit maka pendidikan juga akan sulit dilakukan. Sementara kondisi hari ini dengan interaksi yang semakin dekat dengan orang luar mengharuskan orang rimba untuk beradaptasi. Salah satu cara adaptasi menurut mereka, adalah dengan cara bersekolah.
“Kami harop ko, bebudak harus bersekolah supaya anak anak kami tidak seperti kami orang tuanya. Kami harop bebudak nantinyo dapat pekerjaan yang bagus bisa berbaur dengan orang luar (kami berharap anak harus sekolah supaya tidak seperti orang tuanya, kami harap nanti mereka dapat pekerjaan yang bagi dan bisa berbaur dengan orang luar),” kata Grip.
Sumber: Liputan6.com