PublishNews.id – Dalam beberapa hari kini di media ramai memberitakan masalah pengaduan dari salah satu Nakes (ASN) yang menuding adanya penyelewengan keuangan APBD dan Dana BLUD di RSUD Raden Mattaher. Dan ini mendapat perhatian dari berbagai elemen masyarakat Provinsi Jambi secara luas.
Terkait hal tersebut, LSM 9 Jambi yang juga minta agar gubernur untuk menyikapi laporan tersebut.
Tak hanya itu, masalah ini juga jadi sorotan Ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto.
Edi Purwanto mengatakan, seharusnya Inspektorat Provinsi Jambi harus segera menyikapi surat pengaduan Nakes terkait adanya penyelewengan keuangan APBD dan Dana BLUD di RSUD Raden Mattaher Jambi tersebut.
“Ada Inspektorat sebagai pengawas internal, harus mendalami berita tersebut (Surat Pengaduan, red),” kata Edi Purwanto, Rabu malam (01/08/2021).
Katanya, apabila pihak Inspektorat Provinsi Jambi telah mendalami surat pengaduan tersebut dan hasilnya benar adanya, maka Pimpinan Dewan Provinsi ini minta agar bisa menindaklanjutinya ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kemudian ketika mendapatkan fakta tersebut bahwa benar, Inspektorat harus dapat merekomendasikan siapa-siapa yang terlibat agar mendapat sanksi sebagai ASN dan juga bisa diteruskan ke APH (Aparat Penegak Hukum),” tegas Edi.
Sebelumnya tuntutan serupa juga disampaikan Ketua LSM 9 Jambi, Jamhuri.
Dikutip dari Pemayung.co dikatakan Ketua LSM 9 Jambi, Jamhuri, Gubernur Jambi wajib meneruskan surat tersebut kepada aparat penegak hukum agar adanya kebenaran terkait surat pengaduan yang dilayangkan oleh oknum ASN Pemprov Jambi itu.
“Gubernur wajib teruskan surat dimaksud ke Aparat Penegak Hukum, jangan sampai karena surat dimaksud terjadi perubahan Tupoksi Gubernur menjadi sebagai hakim ataupun Eksekutor lembaga peradilan. Gubernur harus ingat philosopi dasar tak mungkin ada asap jika tak ada api,” kata Jamhuri, Rabu (01/09/2021).
Melihat surat pengaduan itu dari dua sudut pandang yang berbeda, pertama dari penyebab dan kedua dari sudut keinginan dari sipembuat surat.
“Dari sudut pandang penyebab saya melihat kebelakang dimana pada beberapa waktu yang lalu pasca sidang Paripurna Gubernur melakukan sidak ke RSUDRMT, menyangkut Upah Tenaga Kesehatan dengan memberikan ultimatum bagi pihak terlapor pada surat dimaksud akan dipecat jika tak melaksanakan kewajibannya menyangkut hak – hak Tenaga Kesehatan,” tuturnya.
Disebutkan Jamhuri bahwa
tindakan gubernur tidak hanya sebatas panggung sandiwara politik murahan, yang terbukti sidak gubernur di maksud mampu memotivasi orang lain untuk merdeka dari ketertindasan.
“Hingga perasaan mendapat dukungan melahirkan surat nekad tersebut dengan tanpa memperhatikan mekanisme dan norma serta etika penggunaan simbolisasi kekuasaan Pemerintahan yang syah dan berdaulat.”
Sementara, dari sudut keinginan, dimana pihak pelapor menginginkan suatu suasana berada di alam kebebasan dengan bebas menikmati hak – hak dasarnya memperoleh upah dari apa yang telah dikerjakannya sesuai ketentuan yang berlaku.
“Dan yang bersangkutan menginginkan adanya perlakuan yang sama dihadapan hukum (Aquality before the law), dengan tiadanyà tekanan kekuasaan apapun bentuknya, atau suatu keinginan agar gubernur benar dapat memberikan hak hidup layak sebagaimana mestinya, tidak sekedar aksi moment politik serta adanya pelaksanaan tindakan penegakan hukum (Law Enforcement),” papar Jamhuri.
Aktivis Jambi ini juga menyampaikan kepada Gubernur Jambi agar kiranya tidak lupa akan Tugas Pokok dan Fungsi sebagai Penyelenggara Negara, melayani dan mengayomi masyarakat.
“Apalagi surat ini merupakan suatu alat bukti atau setidak – tidaknya merupakan suatu petunjuk tentang adanya suatu perbuatan melawan hukum serta tidak satupun dalilnya gubernur bisa menjustice siapapun, tànpa proses hukum sebagaimana mestinya, karena gubernur bukan lah hakim dan bukan pula eksekutor suatu putusan hukum atas suatu perkara,” tuturnya.
Dirinya juga meminta kepada Gubernur Jambi agar menyampaikan fakta hukum kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Karena, menurut Jamhuri, tidak mungkin ada asap jika tidak ada api.
“Apalagi perbuatan sebagaimana dalam surat nekad dimaksud merupakan suatu perbuatan yang termasuk pada kategori Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR), saya kira perbuatan ini memenuhi unsur Pasal 12 huruf (e) Undang – Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”
“Dan berita media massa adalah merupakan laporan terbuka, dimana APH berhak untuk menindak lanjutinya, untuk lebih jelasnya daripada berspekulasi hukum tentang pasal apa yang sesuai dengan isi surat nekad dimaksud. Ada baiknya dan/atau seharusnya gubernur dan kita semua tunggu saja hasil kerja dan kinerja APH mengusut surat dimaksud,” tukasnya.
Sebelumnya saat dikonfirmasi, Direktur RSUD Raden Mattaher dr. Fery Kusnadi mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti terkait adanya surat tersebut dan hanya ingin bekerja sebaik mungkin.
“Gak ngerti juga saya… Saya cuma berusaha yang terbaik kerja,” kata dr. Fery Kusnadi saat dikonfirmasi media ini melalui WhatsApp pribadinya, Selasa (31/08/2021).
Diketahui, surat perihal Pengaduan Indikasi Penyelewengan Keuangan APBD dan Dana BLUD RSUD Tahun 2019, 2020, 2021 tersebut, tertulis tanggal 22 Agustus 2021.
Dalam surat pengaduan, Nakes tersebut mengungkapkan bahwa Direktur RSUD Raden Mattaher dr. Fery Kusnadi, telah dengan sengaja melambatkan pencaeran insentif nakes.
Selain itu, dalam surat tersebut tertulis bahwa dr. Fery Kusnadi diduga telah menerima fee dari para rekanan RSUD Raden Mattaher dan adanya penyelewengan anggaran APBD dan Dana BLUD di RS plat merah tersebut.***