Oleh: Ahmad Khozinudin
(Sastrawan Politik)
Lama tak terdengar komentarnya, akhirnya Prof Yusril Ihza Mahendra kembali bersuara. Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyoroti kebijakan pemerintah terkait penanganan kasus COVID-19 di Tanah Air.
Yusril mempersoalkan perubahan kebijakan penanganan pandemi, rumusan hukumnya yang tidak jelas. Tidak ada jaminan kesehatan bagi masyarakat. Bahkan, Yusril menyebut salah kebijakan dapat menyebabkan kematian massal, dan kalau terjadi kematian massal berarti terjadi genosida karena pembunuhan yang bersifat massal.
Sontak saja ungkapan ‘Genosidan’ ini menyentak ruang opini publik. Pernyataan ini, dapat ditafsirkan sebagai terbukanya pintu pelanggaran konstitusi sebagai syarat untuk memakzulkan Presiden. Implisit, pernyataan Yusril ini membantah statement Mahfud MD yang mengatakan Jokowi tidak dapat dimakzulkan karena kegagalan penanganan pandemi, sebab tidak ada pelanggaran hukumnya.
Atas statement Yusril ini, Rizal Ramli langsung bereaksi. Ekonom senior sekaligus mantan menteri Jokowi ini memuji Yusril yang mengkritik kebijakan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani pandemi Covid-19.
Bahkan, Rizal Ramli menyebut Yusril ‘Sudah lama ngilang begitu nongol, Yusril langsung mau nendang penalti’. Statement ini dapat dikaitkan dengan ucapan Yusril yang memberikan assessment adanya Genosida dalam penanganan pandemi, yang itu bisa menjadi dasar aktifasi ketentuan pasal 7A UUD 1945. Itu artinya, yang dimaksud tendangan pinalti adalah upaya untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi sudah pada level yang tinggal eksekusi.
Publik tidak bisa menganggap remeh statement Yusril Ihza Mahendra. Ahli hukum tata negara ini paham betul seluk-beluk konstitusi, sehingga secara ketatanegaraan Yusril juga paham unsur-unsur hukum yang terdapat dalam pasal 7A UUD 1945. Ungkapan ‘Genosida’ pada kasus kematian massal akibat penanganan pandemi Covid-19 dapat dijadikan sandaran legitimasi untuk memberhentikan jabatan Presiden Jokowi.
Dus, sekali lagi statement Yusril ini mementahkan omongan Mahfud MD yang menyebut Jokowi tak dapat dijatuhkan karena kegagalan penanganan pandemi. Dengan demikian, soalnya bukan lagi sandaran legitimasi untuk memakzulkan Jokowi, tetapi tinggal kehendak politik DPR – MPR.
Jika DPR dan MPR memiliki kerisauan terhadap kasus kematian yang masif selama penanganan pandemi, bukan hanya memikirkan nasib rakyat tetapi juga memikirkan masa depan generasi bangsa Indonesia, kelestarian ras rakyat Indonesia, tentu tidak ada alasan untuk tidak segera melakukan aktivasi pasal 7A UUD 1945. Penulis kira sangat relevan, ungkapan yang menyatakan : LEBIH BAIK KEHILANGAN JOKOWI DARIPADA KEHILANGAN BANGSA INI.
Nantinya, pemimpin pengganti dapat lebih dipercaya rakyat, memiliki modal sosial dan politik, diharapkan lebih profesional dan amanah menangani pandemi. Selanjutnya, penanganan pandemi benar-benar harus dibangun di atas asas melindungi kesehatan dan nyawa masyarakat, bukan untuk melindungi kepentingan ekonomi oligarki.
Untuk mewujudkan hal itu, rasanya segenap rakyat tidak cukup hanya berharap kepada DPR dan MPR. Rakyat harus terus bersuara, agar wakilnya tidak tuli dan mengikuti kehendak rakyat sebagai majikan dari DPR dan MPR.
Seluruh akademisi, praktisi, Ulama, mahasiswa, buruh tani dan nelayan, pemuda dan mahasiswa wajib bersuara sesuai dengan kapasitasnya demi tanggung jawab menyelamatkan bangsa dan negara. Kita semua tak ingin, Indonesia punah dan hanya menjadi fosil sejarah, hilang karena diterjang badai pandemi.
Kepada Prof Yusril, selamat Prof telah kembali bersama umat. Penulis masih ingat, pada tempo yang terdahulu pernah diskusi intensif di Kantor Ihza & Ihza Law Office di Menara 88 Kota Casablanca. Saat itu, Prof Yusril memimpin advokasi untuk membela HTI. Bahkan, pengumuman terbitnya Perppu juga penulis simak bersama di kantor Pror Yusril.
Terus terang, penulis juga kangen momen bersama Prof Yusril dan Prof Suteki saat makan bersama Soto di warung pinggir jalan di seberang pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Sebenarnya, banyak yang merindukan duo profesor ini kembali bersama umat, menyuarakan dan membela kepentingan umat. [].