PublishNews.id – Dalam hidup tidak selalu berjalan dengan mulus , tentunya ada pasang surutnya. Kadang kita mewah kadang juga kita harus menjalani hidup sederhana. Seperti yang dialami Juita Iskandar menjadi salah satu awak penerbangan yang terkena dampak saat awal pandemi.
Tak hanya pasrah menerima keadaan ia banting setir menjual minuman kesehatan.
Kepada Wolipop Juita mengatakan jika ia bergabung di Sriwijaya Air sejak 2006. Juita yang seorang perantau dari Makassar awalnya tinggal seorang diri di Jakarta. Dia kemudian membawa adik keduanya dan sang ibu ke Jakarta pada Februari 2020. Namun pada Maret 2020 muncul pandemi Corona di Tanah Air. Ibunya pun langsung pulang ke Makassar.
“Aku masih ada kontrak sampai bulan Mei 2020. Nah dari bulan Maret begitu ada pandemi, aku minta ke crew scheduling soalnya ada keluarga di sini, takut malah membawa virus, agar tidak bekerja dalam waktu dekat,” kata Juita saat dihubungi Wolipop baru-baru ini.
Awal Juita di PHK
Semenjak pandemi, Juita pun mulai memperketat olahraga dan mengonsumsi vitamin. Dan pada April 2020, ia mulai susah mendapatkan jadwal rute penerbangan.
“Aku mendapatkan kabar bahwa akan ada efisiensi perusahaan dengan pemutusan hubungan kerja. Jadi crew yang habis kontrak bulan Mei, aku itu batch pertama yang terkena PHK. Siapa yang habis kontrak kan di PHK, setiap bulan programnya seperti itu,” jelasnya.
Ketika mengetahui kabar pengurangan karyawan di perusahaannya, Juita menanggapinya dengan santai dan menerima keadaan.
“Aku rasa pada saat itu sudah saatnya aku harus fokus ke hal yang lain. Bahkan teman-teman aku mempertanyakan mengapa aku tidak bersedih,” kata Juita
Wanita berdarah Bugis itu mengaku menerima keadaan. Akan tetapi ia kecewa karena tidak ada apresiasi dari perusahaannya.
Awal Mula Jualan Jamu
Saat terkena PHK, Juita mengira akan mendapatkan uang pesangon dari pihak maskapai penerbangan. Pasalnya dia sudah selama 14 tahun mengabdi di perusahaan tersebut. Akan tetapi ia dan seluruh rekan kerjanya tak mendapatkan uang pesangon.
Pada saat itu Juita sudah mulai mencoba berjualan jamu yang ditawarkan ke teman-temannya. Kebetulan ketika itu ibunya masih tinggal di apartemennya. Dengan dibantu sang ibu dia membuat jamu untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Juita membuat jamu yang bahan bakunya jahe merah.
“Ketika aku jogging di apartemen, teman-teman aku bertanya aku minum apa. Aku awalnya memikirkan karena akan ribet dan rempong banget,” kenangnya.
“Awal-awal bikin jamu itu memang di badan aku terasa lebih segar. Dulu pun aku belum memberi nama produk jamu aku itu. Akhirnya aku berpikir untuk membuat produk, tapi masih bingung,” lanjutnya.
Mengetahui bahwa perusahaan tidak memberikan uang pesangon, Juita mewujudkan ide dari sang ibu dan adiknya, untuk memproduksi jamu.
“Aku waktu itu membeli semua bahannya melalui online. Mulai dari botol, kemasan dan logo stickernya. Aku lemon import beli di supermarket dekat apartemen,” terangnya.
Asal Usul Nama Jamugari
Bertekad berbisnis jamu, Juita mulai mencari nama yang sesuai untuk produk jamu kesehatannya. Sambil mencorat coret nama, ia pun terus berpikir agar menemukan nama yang mudah diingat.
“Aku corat-coret kertas, Nyai Jui ah nggak enak ya? Jamu Juita nggak enak? Kalau logo di sticker itu foto aku pas Hari Kartini kemarin sambil memegang jamu,” jelasnya sambil tertawa.
“Akhirnya aku satuin itu jamu dan pramugari jadilah jamupri nggak enak, aku dapat kata jamugari enteng kan ya dan menjual nama itu. Aku hubungin bagian printing aku pesan 400 sticker awalnya,” tambahnya lagi.
Pada 2 Mei 2020, Juita resmi terkena pengurangan karyawan di perusahaannya. Dan pada 7 Mei 2020, Juita merilis produk Jamugari. Dia pun langsung fokus kepada penjualan jamu buatannya.
“Pada saat PHK, itu semua by WhatsApp karena masih awal PSBB 2020. Kami hanya mengembalikan seluruh properti ke kantor. Kayak seragam dan properti terbang. Semua kabar dan drama PHK, tapi aku skip banget karena fokus ke Jamugari,” imbuhnya.
Juita langsung memasarkan produknya ke relasi dan teman-temannya. Dan dia senang karena mendapatkan respon yang positif. Saking laris manis, Juita sampai membuka gerai offline di Jalan Sabang, Jakarta.
“7 Agustus 2020 aku membuat kios, tapi kios itu nggak bertahan lama karena adanya PSBB dari pemerintah. Aku yang mengerjakan semua. Mulai dari produksi, semua aku yang melakukannya sendiri. Tidak dibantu oleh adikku,” kenangnya.
Dalam menjual jamu, Juita pun membuka order pre order dan offline. Ia tidak menjual online, karena produknya tidak memakai bahan pengawet dan harus sampai di hari yang sama ke pelanggan.
“Waktu masih ada kios aku bawa botol, turunin ke mobil. Terus masukin ke ice box, sampai di kios aku prepare loading barang sendiri udah kayak cowok,”ujarnya sambil tertawa.
Namun ia menikmati proses dalam merintis usahanya tersebut. Ia pun tidak mengeluh dan terus berusaha.
Awal launching produk minuman jamunya laku terjual 50 botol dalam sehari. Harganya dijual Rp 25 ribu isi 350 ml. Varian jamu kesehatannya ada rasa gula aren, lemon, kopi jahe dan cokelat.
Wanita yang akrab disapa Ita mendapatkan dukungan penuh dari kedua orangtuanya. Dan adiknya juga takjub dengan penjualannya.
Juita yang kerap mengunggah produk jamu kesehatannya, menyebutkan omzet saat berjualan di Jakarta. “Tiga bulan pertama Rp 30 juta alhamdulillah. Terus di Makassar saat ini Rp 12 juta, semenjak lebaran tahun ini aku pindah ke Makassar,” ungkap Ita.
Di akhir wawancara, ia pun memberikan pesan bagi kamu yang terdampak pandemi kena PHK seperti dirinya. Menurutnya cobalah berdamai dengan keadaan.
“Buat kamu yang merasakan dampak pandemi, kita harus berdamai, menerima dengan penuh rasa syukur. Karena semuanya ada hikmahnya. Dan tetap konsisten dengan apa yang kamu suka. Kita itu diajarkan untuk survive, jadi jalankan, tekuni, disiplin dan kurangi mengeluh,” tutup Juita dengan ramah.
Detik.com