Publishnews.id – Tiga orang ustaz dan mubalig, yakni Ustaz Farid Ahmad Okbah, Ustaz Ahmad Zain An Najah, dan Ustaz Anung Al-Hamat hari ini ditangkap Densus 88. Hingga saat ini belum diketahui apa dasar penangakapan ketiga mubalig dan tokoh Islam itu.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil mendesak Densus 88 agar mengedepankan hukum dan keadilan, transparansi serta tidak sewenang-wenang dalam hal penangkapan terhadap kedua orang Itu yang dekat dengan umat. Setahu dirinya mereka itu dalam ceramahnya tidak menghujat pemerintah atau berorientasi takfiri.
Menurut Nasir yang juga pernah menjadi anggota Pansus RUU Terorisme, pasal 28 ayat (1) UU 5/2018 memang memberikan hak kepada penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. Namun dalam kasus seperti itu, Densus 88 harus memberikan penjelasan yang transparan atas penangkapan tersebut. Hal ini penting dilakukan agar jangan terkesan Densus 88 yang pernah ditantang oleh organisasi teroris KKB Papua, malah sepertinya hanya menyasar mubalig muslim, tebang pilih dan cenderung menyudutkan umat Islam.
Baca juga: Ustaz Farid Okbah dan Ustaz Zain An-Najah Ditangkap Polisi Usai Shalat Subuh
Disamping itu, legislator asal Aceh ini juga meminta selama dalam penahanan dan proses penyelidikan, Densus 88 wajib menghormati hak asasi ketiga orang ustad itu. Ini rohnya UU 5/2018.
“Sebagai legislator Komisi Hukum DPR RI, saya berkewajiban mengingatkan Densus 88 agar perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia harus tetap diberikan selama mereka ditahan. Dengan kata lain, hak-hak mereka harus dipenuhi”, ujar Nasir dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/11/2021).
Nasir Djamil juga menyerukan kepada Densus 88, TNI dan Polri dan Pemerintah agar dalam menanggulangi terorisme juga mempertimbangkan faktor objektifitas. Sebab, lanjut Nasir, sebagian besar tokoh dan penceramah muslim di Indonesia tidak pernah mengangkat senjata atau membeli senjata dari oknum aparat yang dipakai oleh gerakan separatis, apalagi sampai mendirikan negara yg berpisah dari NKRI.
Dalam rilisnya itu, Nasir Djamil juga membandingkan dengan KKB yang telah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah pada April 2021 lalu. KKB itu, tambahnya, membunuh aparat TNI dan Polri, rakyat sipil, tenaga kesehatan, membakar pasar, Puskesmas, sekolah, dan gedung pemerintah. Namun sayangnya, Densus 88 dan pasukan khusus TNI yang bertugas menanggulangi teroris seolah tak berdaya.
“Publik bingung, kok ada organisasi yang sudah dinyatakan sebagai teroris dengan leluasa membunuh dan meneror aparat dan rakyat. Sementara mubalig dan tokoh muslim diciduk dan dicurigai sebagai bagian kelompok terorisme. Dimana keadilan hukumnya?” ungkap Nasir.
Terakhir, Nasir Djamil mengharapkan adanya hubungan yang harmonis antartokoh agama, terutama pemuka agama Islam dan memberikan perlindungan terhadap mereka guna menjaga kedaulatan NKRI.
“Ibaratnya, musuh negara yang sudah nyata di depan mata kok terkesan dibiarin, sementara kawan di samping yang membela NKRI justru dicurigai sebagai bagian dari jaringan terorisme”, pungkas Nasir.